Minggu, 10 Februari 2008

Keinginan Sang Proklamator

Mohammad Hatta

Terharu, kagum dan bertambah kagum..
oleh sosok yang dikagumi segenap rakyat Indonesia
Pantas saja, hati ini seperti ada yang membisikkan bahwa beliau @ orang baik..
Padahal saya hanya mendengar sebuah lagu
yang dinyanyikan oleh bung Iwan Fals tentang dirinya.. liad deh di myLyric
eniwei, as we know apa sih yang ngga bisa dibeli oleh seorang WaPrez zaman zekarang (kebanyakan zZz bro..) tinggal sebut..but..but..
cling MOBIL..cling.. apa aja pastinyo mudah..
Tetapi beliau lebih...
wah mending baca sendiri deh artikel bagus dari rileks.com
->
-->
PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah.

Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.

Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan.

Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta.

Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.

"Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri," kata Adi Sasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta.

Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.

Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain.

Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.

Dikirim Oleh :
Sheba Intanisyahputri Novianto
URL : shebaintani@gmail.com